Terima Kasih telah berkunjung di web kami...!! Yakin Usaha Sampai

Jumat, 09 Maret 2018

ARGUMENTASI KEBEBASAN EKSPRESI ESTETIKA DAN NILAI –NILAI TUBUH PEREMPUAN


 ARGUMENTASI KEBEBASAN EKSPRESI ESTETIKA DAN NILAI –NILAI TUBUH PEREMPUAN

oleh
Ayyub Muhammad

Mengawali tulisan ini, saya merasa bahawa tulisan ini mengandung perdebatan sekaligus merangkul paradoks. Jika saya mengatasnamakan tulisan ini mewakili Islam, tentu banyak yang merasa diluar sana tidak terwakili. Olehnya itu judul diatas saya cantumkan kata “argumentasi” semata-mata bahwa tulisan ini tidak mewakili golongan apapun tetapi hanya pendapat subjektif saya semata.
Diatas terdapat kata Estetika, yang merupakan cabang filsafat yang menelaah dan membahas tentang seni dan keindahan serta tanggapan manusia terhadapnya. Atau dapat juga dikatakan kepekaan terhadap seni dan keindahan. Berdasarkan hal ini dapat dipahami bahwa maksud dari judul diatas yaitu Estetika Tubuh perempuan mengandung makna bahwa Tubuh perempuan terdapat misteri atau nilai-nilai seni yang jika dieksplorasikan atau dinampakkan akan menghasilkan kearifan ketika disikapi secara wajar. Hal ini sebagaimana dalam Al-Quran dinyatakan bahwa Manusia diciptakan oleh Allah Swt dengan bentuk sebaik-baiknya atau seindah-indahnya, (At-Tin : 4) maka dapat saya pahami bahwa Tubuh Perempuan merangkul banyak nilai-nilai dan Estetika sebagai wujud dari karya agung Allah SWT.

Berbagai macam budaya , masing-masing memliki pandangan tertentu dalam mendudukan perkara tubuh perempuan. Tubuh perempuan yang dimiliki oleh jiwa perempuan itu sendiri hemat saya mempunyai hak untuk mengeksplorasikan diri. Menampakkan diri semenarik dan sesopan mungkin sesuai dengan keindahan dan nilai-nilai yang mereka sadari dalam koridor kebebasan yang berkesadaran.

Namun “Estetika Tubuh Perempuan” dalam sebagian sejarah peradaban manusia yang telah menjadi mayoritas, bahwa terdapat dua wajah makna ganda dalam menyikapi tubuh perempuan. Yang pertama Tubuh perempuan dipandang sebagai pusat dosa sehingga harus dibungkus sedemikian rupa sebagai isyarat larangan untuk berekspresi. Adapun yang kedua hal ini sangat berbeda dengan tradisi sebagian pemahaman Hinduisme yang memahami sakralitas Tubuh perempuan dengan cara dinampakkan. Mereka sangat menghargai Tubuh Perempuan dengan pemahaman bahwa Tubuh Perempuan merupakan altar suci para dewata, bahwa didalam tubuh perempuan bersemayam kemisteriusan serta kesucian para dewata. Ini dapat terlihat sebagaimana dalam kamasutra Hinduisme yang begitu erotis dan patung-patung yang sebagai symbol tubuh perempuan di berbagai film-film India yang dinampakkan dengan begitu vulgar.

Menarik untuk dibahas berbagai kebudayan-kebudayan yang mengkungkung hak eksploratif tubuh perempuan. Menurut sebagian pemikiran seperti katakanlah orang-orang agamis bahwa untuk memahami sakralitas tubuh perempuan dilakukan dengan cara ditutup. Sama sekali tindak membuka ruang hak kebebasan terhadap tubuh perempuan untuk dinampakkan. Seolah-olah Perempuan tak punya kebebasan yang dalam untuk mengatur tubuhnya.

Kenapa hal itu bisa terjadi ? Pemahaman subjektif saya mengatakan bahwa hal itu terjadi karena adanya anggapan bahwa perempuan adalah mala petaka bagi laki-laki yang sudah terlanjur sebagai superior kala itu. Adanya cerita bahwa Adam diusir dari Surga akibat ulah perempuan (Hawa menggoda Adam disurga sehingga Adam terangsang nafsu birahi), adanya anggapan pada masa Aristoteles dengan mempertanyakan apakah perempuan punya roh atau tidak, adanya anggapan-anggapan bahwa perempuan adalah makhluk kelas dua lewat tafsiran teks yang berbunyi Hawa (perempuan) diciptakan dari tulang rusuk Adam.

Anggapan – angapan yang memojokkan perempuan tersebut bisa jadi menghasilkan stigma pada orang-orang agamis bahwa perempuan harus diatur, harus sesuai dengan kemauan laki-laki, perempuan adalah hak pakai, perempuan hanya untuk dinikmati dan lain sebagainya. Sehingga muncullah budaya partriati atau budaya yang hanya berpusat pada laki-laki. Anggapan-anggapan semua itu mengarah pada konsensus aturan bahwa perempuan harus di kurung dengan pakaian tertentu yang bisa saja menodai hak kebebasan perempuan.
Warisan-warisan dari budaya partriati masih tersisa sampai sekarang, dimana perempuan hanya dijadikan sebagai objek. Perihal perempuan sebagai objek tentu akan menghasilkan kesewenang-wenangan terhadap kebebasan perempuan, karena sifat dari objek adalah pasif tidak bersifat aktif. Melalui tulisan ini sekaligus sebagai argument pro terhadap feminism dimana perempuan juga manusia, perempuan juga makhluk yang bebas berkesadaran, perempuan juga berhak untuk mengatur tubuhnya sendiri sesuai estetika dan nilai-nilai yang mereka sadari dalam kerangka etika secara universal.

Namun upaya dari cita-cita pembebasan terhadap perempuan zaman sekarang nampaknya sangat berlawanan dengan yang terjadi dimasyarakat. Banyak kasus terjadi yang dengan pemaksaan aturan terhadap tubuh perempuan. Berbagai belahan kabupaten di Indonesia yang memberlakukan perda syariah dan mengharuskan perempuan memakai jilbab. Beberapa kelompok masyarakat mewajibkan perempuan mengurung tubuhnya atas nama moralitas. Adakah yang pernah bertanya, apa sebenarnya yang diinginkan perempuan dengan tubuhnya? Permasalahan sempat muncul dalam kontroversi rok mini . “Kasus rok mini” lahir dari gedung DPR, dan dari pernyataan gubernur Jakarta yaitu Fauzi Bowo pada eranya saat memimpin . Ketua DPR Marzuki Alie dari fraksi Partai Demokrat dulu pernah menyatakan, bahwa penggunaan rok mini bisa menimbulkan pelecehan seksual. Adapun juga terjadi Kasus diberbagai sekolah-sekolah umum yang mewajibkan untuk mengenakan jilbab untuk peserta didik perempuannya yang sempat mengundang banyak galat.
Apa yang menjadi roh atau tujuan utama dari pelegalan aturan semacam itu? Dapat dipetik sebuah inti bahwa aturan-aturan tersebut yang membatasi hak ekspresi Tubuh Perempuan adalah dimaksudkan untuk mencegah perilaku seks bebas dimasyarakat serta untuk mencegah dari pelecehan terhadap kaum perempuan.

Dari segi tujuan memang sangat layak untuk diapresiasi. Namun apakah dengan pelegalan aturan semacam itu menjamin akan teralihkannya imajinasi seks bagi laki-laki ? Dan menjamin menurunnya angka seks bebas ? Bagi saya belum tentu.

Ketika Perempuan menutup Tubuhnya dengan alasan tidak ingin memancing nafsu birahi laki-laki, Ketika kaum laki-laki selalu menyuruh perempuan yang muhsan (baik-baik) untuk menutup tubuhnya. Maka dari hal ini terjadi polarisasi nilai terhadap tubuh yaitu bahwa Tubuh perempuan hanya identik dengan memancing nafsu birahi laki-laki, bahwa tubuh perempuan hanya dipandang sebagai pusat dosa yang menjerumuskan. Dengan demikian terjadilah dunia makna yang sangat sempit dan hitam putih bagi tubuh perempuan. Tanpa mampu untuk menangkap esensi lain seperti nilai estetik, nilai-nilai kebersihan, nilai –nilai kesehatan, nilai-nilai pendidikan jasmani serta nilai-nilai yang lain yang berasal dari tubuh perempuan selain nilai seks yang mancing nafsu.
Konsekuensi keyakinan seperti demikian akan menghambat kemajuan peradaban. Tidak mungkin ada dokter laki-laki yang spesialis jika tidak pernah mengobjektivikasi tubuh perempuan. Dengan mengharuskan pakaian penutup tubuh yang longgar dan besar serta memalsukan suara asli karena dianggap sebagai aurat, mana mungkin lahir para seniman diatas panggung, mana mungkin lahir para atlet olahraga perempuan yang memberi kebanggan terhadap bangsanya masing-masing, mana mungkin ada model atau bintang iklan yang mempromosikan produk kebersihan tubuh di TV dan lain-lain sebagainya.

Olehnya itu hemat saya perlu ada pengkajian apa alasan para laki-laki melakukan aksi pemerkosaan dan melakukan pelcehan terhadap perempuan. Saya tidak menafikan bahwa Tubuh perempuan dapat merangsang nafsu birahi laki-laki tetapi saya menganggap bahwa bukan itu alasan utamanya. Sehingga dalam mengatasinya dilakukan dengan cara memerintahkan perempuan untuk menutup tubuhnya dalam konteks bermasyarakat yang diatur dalam peraturan daerah.
Apakah Kebijakan – kebijakan yang mewajibkan perempuan memakai pakaian yang dalam standar agama tertentu itu salah ? Buat saya perlu ada landasan filsofis untuk melegal formalkan aturan-aturan tersebut. Sebuah aturan yang konteksnya diberlakukan secara bersama harus mengasosiasi harapan dan hak-hak asasi manusia dari semua person yang terlibat dalam konteks aturannya. Maka dari itu ditinjau dari segi konteks bernegara, aturan-aturan yang menodai hak orang lain tentu bermasalah dari segi pelegalannya. Maka tentunya upaya dari pembuatan aturan semacam itu perlu ditinjau ulang.

Kembali pada persolan tubuh perempuan pemancing nafsu birahi laki-laki. Hemat saya alasan utama para laki-laki memandang tubuh perempuan sebagai wahana imajinasi seks karena tidak adanya pengalihan imajanasi itu kearah kegitan yang lebih produktif. Kita bisa melakukan riset bahwa kebanyakan laki-laki yang memiliki otak yang binal dan maniak karena tidak adanya kemampuan produktif yang mereka miliki untuk menyibukkan diri. Dengan segala ketidakberdayaan para pemuda pengangguran akibat ulah pendidikan kapitalis membentuk jiwa yang tidak produktif. Siapakah yang dalam media berita-berita yang melakukan pemerkosaan ? kebanyakan di antara mereka adalah pemuda pengangguran yang tidak bekerja, kerjaannnya melamun, berfantasi, dan suka menonton film porno.

Sebagai perbandingan, tentu kalau orang punya kesibukan yang menghasilkan uang. Maka ia akan bisa melakukan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan, menghasilkan, maka tentu ia akan meningkatkan kebutuhannya. Bandingkan dengan pemuda yang menganggur dengan pemuda yang punya pengetahuan, dan kegiatan estetik atau kegemaran seperti olahraga, dan lain-lain, tentu seks bukan kebutuhan yang diobsesikannya.

Olehnya itu tugas dari penanggung jawab dalam hal ini pemerintah terhadap fenomena patologi masyarakat adalah harus menyiapkan pemuda-pemuda yang merdeka dan menyediakan lahan pekerjaan buat mereka. Bukan dengan jalan keluar yang tetap melanggengkan penindasan material ekonomi, dalam hal ini system kapitalis yang merasuk di berbagai bidang politik seraya mengkukung hak –hak asasi terhadap perempuan sehingga tidak bebas mengatur tubuhnya sendiri.
Wallahu al'alm